ASN Boleh Kerja dari Mana Saja, Efisien atau Menyulitkan?
PEMERINTAH melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) telah mengeluarkan regulasi baru yang membuka ruang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjalankan tugas kedinasan secara fleksibel, termasuk melalui skema work from anywhere (WFA).
Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menjelaskan bahwa penerapan sistem kerja fleksibel tidak dimaksudkan untuk mengurangi kualitas layanan pemerintahan dan publik, melainkan justru diharapkan dapat mendorong efisiensi kerja dan keseimbangan kehidupan pribadi dan profesional bagi ASN.
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari sejumlah kementerian. Salah satunya adalah Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menilai bahwa sistem kerja WFA memiliki potensi untuk mendukung pemberdayaan perempuan, khususnya dalam hal keseimbangan antara peran domestik dan profesional.
Menurut Woro, perempuan sering kali menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Dengan diberlakukannya sistem kerja yang fleksibel, ASN perempuan dapat tetap menjalankan fungsinya secara optimal tanpa harus meninggalkan tanggung jawab pribadi.
“Sebenarnya ini bisa memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja produktif tanpa harus meninggalkan peran-peran mereka yang lainnya,” ujar Woro, dikutip dar Antara pada 19 Juni 2025.
Kementerian Ketenagakerjaan turut mendukung kebijakan kerja fleksibel bagi ASN. Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Estiarty Haryani, menyatakan bahwa fleksibilitas lokasi kerja bisa meningkatkan produktivitas, asalkan tanggung jawab dan target tetap tercapai. “Untuk meningkatkan produktivitas, itu bisa bekerja di mana saja, tidak menghalangi tempat itu harus di kantor bekerja,” ujar Estiarty.
Namun, di balik sambutan positif dari beberapa instansi, kebijakan ini juga menuai catatan dari kalangan akademisi dan pengamat publik. Peneliti dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), Riko Noviantoro, menilai bahwa fleksibilitas memang menjanjikan efisiensi, tetapi tidak otomatis menjamin efektivitas.
Menurut Riko, keberhasilan sistem kerja fleksibel sangat tergantung pada pengawasan yang ketat dan mekanisme evaluasi kinerja yang terukur. Ia juga menekankan perlunya pemanfaatan maksimal terhadap Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) agar skema work from anywhere tak menurunkan kualitas layanan publik.
Ia menambahkan, penerapan kebijakan ini harus mempertimbangkan karakteristik tugas, kondisi pegawai, serta hasil dan perilaku kerja, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.
Mengacu pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 yang diundangkan pada 21 April 2025, penerapan sistem kerja fleksibel bagi ASN wajib melalui pemantauan dan evaluasi bertahap. Dalam Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa “Pemantauan dan evaluasi penerapan Fleksibilitas Kerja dilakukan secara berjenjang oleh pimpinan Unit Organisasi dan PPK atau pimpinan instansi.”
Pemantauan dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah penerapan skema work from anywhere (WFA). Fokusnya mencakup kinerja ASN selama WFA, tingkat kedisiplinan, serta kesiapan infrastruktur pendukung.
Pimpinan unit organisasi bertanggung jawab langsung atas proses ini, yang dapat dilakukan melalui observasi langsung, pertemuan rutin, dialog kinerja, hingga konsultasi. Masing-masing instansi diberi kewenangan untuk merancang mekanisme pemantauan yang sesuai dengan kebutuhan organisasinya.
Setelah pemantauan, tahap berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi wajib dilakukan paling sedikit sekali dalam enam bulan, atau kapan pun jika dianggap perlu. Penilaiannya meliputi capaian kinerja organisasi, kontribusi ASN terhadap unit kerja, kedisiplinan, serta kualitas hidup pegawai.
Pasal 36 ayat (1) menggarisbawahi bahwa evaluasi terhadap kualitas hidup ASN minimal harus mencakup aspek kepuasan kerja, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta tingkat stres atau beban mental yang dialami pegawai.
Recent Comments