Bitcoin menguat, dekati rekor harga tertinggi sepanjang masa
Jakarta (ANTARA) – Bitcoin (BTC) kembali mencatatkan penguatan signifikan hingga semakin mendekati rekor harga tertingginya sepanjang masa.
Dalam 24 jam terakhir, aset kripto terbesar itu menguat 1,4 persen dan kini diperdagangkan sedikit di atas level 107.000 dolar AS atau Rp1,73 miliar (dengan kurs Rp16.229 per dolar AS) pada Kamis (26/6/2025).
Dalam keterangan resminya di Jakarta, Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur menilai kenaikan ini menandai penembusan penting terhadap level resistensi utama di 103.000 dolar AS, membuka peluang bagi pengujian ulang terhadap all-time high (ATH) dalam beberapa hari ke depan.
Sejak awal tahun, Bitcoin telah mencatatkan kenaikan hampir 15 persen, menjadikannya aset kripto dengan performa terbaik di antara lima besar aset digital global.
Fyqieh menilai penguatan Bitcoin saat ini ditopang oleh kombinasi faktor teknikal dan makroekonomi.
“Penembusan harga BTC di atas 103.000 dolar AS merupakan sinyal kuat bagi pasar, terutama karena disertai volume besar. Ini menandakan bahwa pasar sedang bersiap untuk menguji level resistance berikutnya di kisaran 110.500 dolar AS (Rp1,79 miliar),” ujarnya.
Secara teknikal, pola inverse head and shoulders yang terbentuk pada grafik per jam mengindikasikan potensi kenaikan menuju 109.000 dolar AS, dengan resistance kuat di level 110.500 dolar AS.
Sementara itu, indikator Relative Strength Index (RSI) telah memasuki wilayah overbought, yang mendukung tren naik namun sekaligus memberi sinyal potensi koreksi jangka pendek.
“Jika koreksi terjadi, level support kunci berada di 106.000 dolar AS atau di rata-rata pergerakan eksponensial (EMA) 200. Namun, secara keseluruhan, tren jangka pendek tetap bullish selama level ini tidak ditembus,” tambah Fyqieh.
Dari sisi makroekonomi, pasar kripto mendapat sentimen positif setelah Anggota Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan kemungkinan penurunan suku bunga secepatnya pada pertemuan FOMC berikutnya pada 29-30 Juli.
Pernyataan ini menegaskan sinyal dari Ketua Fed Jerome Powell yang sebelumnya menyebutkan kemungkinan dua kali pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Suku bunga yang lebih rendah secara historis mendukung penguatan aset berisiko tinggi seperti kripto.
“Penurunan suku bunga akan menurunkan biaya pinjaman dan mendorong investor untuk mengalihkan dananya ke aset seperti Bitcoin dan Ethereum,” jelas Fyqieh.
“Apalagi dengan dukungan arus masuk yang kuat ke ETF Bitcoin spot, peluang BTC untuk menguji ATH di 111.970 dolar AS (Rp1,81 miliar) semakin terbuka lebar,” tambahnya.
Data terakhir menunjukkan ETF Bitcoin AS telah menarik lebih dari 9 miliar dolar AS, dengan iShares Bitcoin Trust (IBIT) milik BlackRock memimpin lonjakan arus masuk tersebut.
Pada 22 Mei lalu, arus masuk ETF Bitcoin bahkan mencapai 432 juta dolar AS dalam satu hari. Namun demikian, Fyqieh mengingatkan investor perlu mencermati risiko koreksi apabila keputusan The Fed mengecewakan pasar.
“Jika Fed memilih menahan suku bunga dan inflasi tetap tinggi, kita bisa melihat koreksi sementara. Tapi secara fundamental, pasar masih sangat optimistis terhadap prospek Bitcoin dalam jangka menengah,” pungkasnya.
Dengan kombinasi teknikal yang kuat dan potensi stimulus kebijakan moneter, pasar kini menunggu apakah BTC akan mampu menembus rekor 111.970 dolar AS dan menandai fase bullish baru di paruh kedua tahun 2025.
Baca juga: Industri kripto ASEAN kian kompetitif, RI tak boleh tertinggal
Baca juga: Indodax: Bitcoin kembali terkeroksi, peluang naik tetap terbuka
Baca juga: Investor beralih ke Bitcoin saat harga emas terkoreksi
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Recent Comments