Fakta yang Perlu Diketahui Soal Tambang Nikel di Raja Ampat
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah resmi mencabut empat izin tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil setelah gelombang protes dari aktivis lingkungan, warga lokal, hingga warganet terkait aktivitas tambang di wilayah tersebut. Berikut beberapa fakta penting terkait polemik tambang di Raja Ampat:
1. Empat Izin Tambang Dicabut
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumumkan bahwa Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat. Alasan pencabutan, menurut Bahlil, berkaitan dengan pelanggaran aturan lingkungan dan lokasi pertambangan yang berada dalam kawasan geopark.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut perusahaan yang dicabut izinnya adalah:
PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
PT Nurham
2. PT Gag Nikel Tidak Dicabut, Tapi Dianggap “Aman Sementara”
Berbeda dengan empat lainnya, izin operasi PT Gag Nikel tidak dicabut karena lokasinya disebut berada jauh dari kawasan geopark. Meski begitu, Menteri ESDM menyatakan kegiatan perusahaan ini sementara dihentikan sambil menunggu hasil verifikasi di lapangan. Lokasi tambang disebut berada di Pulau Gag, sekitar 30–40 kilometer dari Pulau Piaynemo yang menjadi ikon pariwisata Raja Ampat.
3. Greenpeace dan Aktivis Menyebut Tambang Langgar UU Pulau Kecil
Kritik terhadap aktivitas tambang muncul dari berbagai organisasi, termasuk Greenpeace Indonesia dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat. Mereka menilai kegiatan tambang di lima pulau kecil—Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele—telah melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. UU ini melarang aktivitas tambang di pulau kecil dengan ekosistem yang sensitif.
Greenpeace mencatat kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan meningkatnya sedimentasi yang mengancam ekosistem terumbu karang dan kehidupan laut di sekitar lokasi tambang.
4. Lima Perusahaan Pegang Izin, Mayoritas dari Pemda
Selain PT Gag Nikel, empat perusahaan lainnya memiliki izin berbeda-beda. Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, sementara tiga sisanya dari pemerintah daerah. Berikut rincian status perizinan mereka:
PT Gag Nikel: Izin operasi produksi sejak 2017, berlaku hingga 2047, luas wilayah 13.136 hektare, memiliki dokumen Amdal.
PT ASP: Izin pusat berlaku 2024–2034, wilayah 1.173 hektare di Pulau Manuran, dokumen Amdal dan UKL-UPL dari Pemkab sejak 2006.
PT MRP: Izin Bupati Raja Ampat 2013–2033, wilayah 2.193 hektare di Pulau Batang Pele, masih eksplorasi, belum punya dokumen lingkungan.
PT KSM: Izin Bupati 2013–2033, wilayah 5.922 hektare, memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan, produksi sejak 2023, tapi kini nonaktif.
PT Nurham: Izin Bupati 2025–2033, wilayah 3.000 hektare di Pulau Waegeo, memiliki persetujuan lingkungan, belum berproduksi.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Recent Comments