Harmonisasi strategi fiskal dan moneter untuk ketahanan ekonomi
Forum koordinasi seperti Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah menjadi sarana penting dalam menjaga komunikasi dan sinergi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS.
Jakarta (ANTARA) – Di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh berbagai hal, mulai dari perang dagang, kenaikan suku bunga global, hingga krisis geopolitik seperti di Timur Tengah, Indonesia membutuhkan respons kebijakan ekonomi yang terkoordinasi dan efektif.
Dua pilar utama dalam manajemen ekonomi makro, yakni kebijakan fiskal dan moneter, harus bergerak selaras agar mampu menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Harmonisasi antara keduanya kini menjadi semakin penting demi memperkuat ketahanan ekonomi domestik dari gejolak eksternal maupun tekanan internal.
Tahun 2024 dan memasuki 2025, ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19 dan disrupsi rantai pasok global. Ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan konflik di Gaza menambah ketidakpastian harga komoditas dan energi dunia.
Sementara itu, kebijakan suku bunga tinggi yang diterapkan oleh bank sentral utama seperti Federal Reserve dan European Central Bank, dalam rangka menurunkan inflasi global, memberikan tekanan tambahan pada negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di dalam negeri, perekonomian memang menunjukkan ketahanan relatif dengan pertumbuhan sekitar 5,1 persen pada 2024, inflasi yang terkendali di bawah 3 persen, dan neraca perdagangan yang tetap surplus. Namun, tekanan fiskal mulai terasa akibat kebutuhan belanja yang tinggi di tengah upaya konsolidasi defisit anggaran. Sementara itu, sektor rumah tangga dan UMKM masih rentan terhadap tekanan daya beli dan suku bunga kredit.
Dalam konteks ini, menjaga ketahanan ekonomi tidak cukup dilakukan dengan kebijakan sektoral yang berdiri sendiri. Sehingga untuk itu dibutuhkan pendekatan yang terkoordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter, baik dari segi arah, waktu, maupun sasaran yang ditetapkan.
Baca juga: BI paparkan ketahanan ekonomi Indonesia di forum bisnis Swiss
Strategi kebijakan fiskal dan moneter
Kebijakan fiskal, yang diimplementasikan melalui belanja negara dan perpajakan, memiliki peran sentral sebagai alat stabilisasi ekonomi jangka pendek maupun pembangunan jangka panjang. Dalam situasi tekanan global, fiskal berfungsi sebagai tameng penyangga (shock absorber), misalnya melalui subsidi energi, perlindungan sosial, dan dukungan terhadap dunia usaha.
APBN 2025 dirancang dengan defisit sekitar 2,45 persen dari PDB, turun dari puncak defisit saat pandemi. Pemerintah tetap menjaga belanja produktif, khususnya untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, sambil mengendalikan beban bunga utang.
Namun, ruang fiskal yang terbatas akibat kewajiban pembayaran utang dan belanja wajib lainnya menuntut efisiensi serta prioritas belanja yang tepat sasaran.
Selain itu, insentif pajak strategis juga tetap digunakan untuk menjaga investasi dan menjaga daya saing industri dalam negeri, khususnya sektor padat karya dan UMKM. Namun, insentif fiskal tanpa pengawasan yang tepat juga bisa menyebabkan fiscal leakage, sehingga penting untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Recent Comments