Kemenko Ekonomi sebut tren deflasi bukan karena pelemahan daya beli
Inflasi inti itu yang mengindikasikan daya beli, bukan harga berjolak atau harga diatur pemerintah
Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut tren deflasi yang sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut tidak berkaitan dengan pelemahan daya beli.
Sebab, deflasi terjadi pada komponen harga bergejolak (volatile food). Sementara pelemahan daya beli seharusnya terefleksi pada komponen inflasi inti (core inflation), yang hingga September 2024 masih mencatatkan inflasi.
“Inflasi inti itu yang mengindikasikan daya beli, bukan harga berjolak atau harga diatur pemerintah (administered price),” kata Susiwijono saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen inti mengalami inflasi 0,16 persen dengan andil 0,10 persen. Sedangkan komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04 persen dengan andil 0,01 persen terhadap inflasi umum.
Adapun komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34 persen, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,21 persen. Komoditas utama yang berpengaruh yaitu cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, hingga daging ayam ras. Dia memastikan Pemerintah terus berupaya mengendalikan harga bahan pokok.
“Sementara kalau inflasi inti, misalnya sektor properti. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kami sediakan 166.000 unit, dan itu sudah habis pada dua bulan yang lalu dari seharusnya untuk setahun. Jadi, banyak indikator yang menunjukkan daya beli kelas menengah masih baik,” jelasnya.
Di samping itu, sejumlah indikator ekonomi masih mencatatkan kinerja yang positif, salah satunya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2024 sebesar 124,4, lebih tinggi dibandingkan 123,4 pada bulan sebelumnya.
Bank Indonesia (BI) mengatakan meningkatnya keyakinan konsumen pada Agustus 2024 didukung oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang tetap optimis dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menguat, masing-masing 114,0 dan 134,9.
IKE yang tetap optimis terutama didorong oleh Indeks Penghasilan Saat Ini yang meningkat 1,5 poin menjadi sebesar 122,9.
Meski begitu, Susi mengakui tren deflasi selama lima bulan belakangan menjadi alarm peringatan. Pemerintah akan menyiapkan langkah antisipasi untuk menghadapi tren tersebut.
Tren deflasi telah berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen pada Agustus, dan 0,12 persen pada September.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan angka deflasi yang diperoleh BPS mengacu pada Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana faktor yang memengaruhi adalah biaya produksi hingga kondisi suplai.
Untuk itu, BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat.
“Untuk mengambil kesimpulan apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, harus ada studi lebih lanjut. Karena daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor dari angka inflasi atau deflasi,” ujarnya.
Namun, dia menyatakan pihaknya akan mendalami lebih lanjut tren deflasi ini, apakah memang ada kaitannya dengan fenomena daya beli masyarakat atau hanya pergerakan dari sisi penawaran.
“Atau ada upaya stabilisasi harga di pusat dan daerah. Karena intervensi kebijakan untuk menjaga stok itu tentunya akan memengaruhi gerakan harga pasar yang diterima oleh konsumen,” tutur dia.
Baca juga: Deflasi berlanjut, ekonom imbau pemerintah dongkrak pendapatan warga
Baca juga: BPS: BBM sumbang deflasi September 2024
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Recent Comments