KPU Jakarta Tolak Pemungutan Suara Ulang di TPS dengan Partisipasi Pemilih yang Rendah
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Jakarta, Astri Megatari, mengatakan KPU tidak akan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di pilkada Jakarta hanya dengan alasan distribusi formulir C6 atau undangan memilih di hari pemungutan suara tidak terbagi seluruhnya. Ia mengatakan PSU dapat dilakukan ketika terjadi pelanggaran saat pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS).
“PSU itu biasanya dilakukan jika ada dugaan pelanggaran saat pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS,” kata Astri melalui pesan WhatsApp, Kamis, 5 Desember 2024.
Di samping itu, kata dia, alasan lain sehingga digelar PSU yaitu adanya rekomendasi dari pengawas pilkada. Sesuai dengan Pasal 80 Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum mengatur bahwa syarat PSU itu di antaranya terjadi bencana alam dan kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan.
Satu hari lalu, tim pemenangan pasangan calon gubernur Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), mendesak KPU DKI Jakarta agar menggelar pemungutan suara ulang di TPS yang partisipasi pemilihnya rendah. Sekretaris Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono, Basri Baco, mengatakan ada banyak faktor sehingga partisipasi pemilih di pilkada Jakarta 2024 rendah. Penyebabnya antara lain banyak pemilih yang tidak mendapat undangan memilih atau formulir C6 serta minimnya sosialisasi mengenai hak-hak warga Jakarta untuk bisa memilih meski menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
“Jadi, ini merupakan kegagalan KPU DKI Jakarta dalam melaksanakan pilkada Jakarta,” kata Basri, Rabu, 4 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta ini mendesak KPU DKI Jakarta agar bertanggung jawab terhadap partisipasi pemilih di pilkada Jakarta yang rendah. “Lakukan PSU di TPS yang partisipasinya rendah. (Langkah) ini merupakan bentuk tanggung jawab KPU terhadap hak demokrasi warga Jakarta. PSU dilakukan di TPS yang ada warga melaporkan kepada Bawaslu dan TPS yang partisipasinya di bawah 40 persen,” ujar Basri.
Di samping meminta PSU, tim hukum Ridwan Kamil-Suswono juga melaporkan jajaran KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka menduga anggota KPU tersebut melakukan pelanggaran kode etik karena distribusi formulir C6 tidak merata.
Anggota tim hukum Ridwan Kamil-Suswono, Muslim Jaya Butarbutar, mengatakan pihaknya melaporkan 12 orang anggota KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur. Sesuai dengan temuan tim Ridwan Kamil-Suswono, terdapat 1,4 juta orang pendukung jagoan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus itu tidak dapat menggunakan hak pilihnya meski terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT). “Sebanyak 1,4 juta yang tidak bisa mencoblos di TPS. Kami indikasikan tidak menerima C6 pemberitahuan,” kata Muslim.
Astri Megatari menanggapi laporan tersebut. Ia mengatakan KPU akan mengkaji mengenai proses distribusi C6 sebelum pencoblosan. “Berita acara (formulir) C pemberitahuan yang tidak terdistribusi akan kami teliti lagi,” kata Astri.
Ia menegaskan bahwa KPU sudah menjalankan seluruh tahapan dan prosedur pilkada, termasuk distribusi formulir C6. “Selama tahapan, kami sudah melakukan upaya agar seluruh prosedur berjalan sesuai aturan,” kata dia.
Pilihan Editor : Cawe-cawe Jokowi dan Prabowo di Pilkada 2024
Recent Comments