Pasca Putusan MK, Kementerian: Dana Pendidikan untuk Sekolah Swasta yang Layak
TEMPO.CO, Jakarta — Pemerintah menyatakan dana pendidikan dasar pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya akan diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi kriteria. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah memilah dan memilih sekolah swasta yang layak menerima dana pemerintah.
“Bukan dalam bentuk bantuan, tapi sebagai bagian dari pelaksanaan wajib belajar,” ujar Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat dalam diskusi bertajuk Webinar Konstitusi: Hak Atas Pendidikan Dasar Gratis Pasca Putusan MK secara daring, Kamis, 26 Juni 2025. Diskusi publik tersebut membahas pelaksanaan putusan MK tentang kewajiban negara membiayai pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon lainnya. MK menyatakan, frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” berlaku bagi semua anak, termasuk yang bersekolah di lembaga swasta.
Atip mengatakan, tidak semua sekolah swasta otomatis akan mendapatkan dana pendidikan. Sekolah-sekolah swasta yang dianggap telah mandiri secara finansial tidak termasuk dalam skema pembiayaan tersebut. Ia juga mengingatkan, putusan Mahkamah Konstitusi tidak melarang masyarakat berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan, termasuk dalam bentuk iuran.
Karena masih diperkenankan untuk menerima iuran, Atip memastikan pemerintah telah menyiapkan skema pengawasan untuk mencegah penyelewengan dana, sebagaimana telah diterapkan dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Pengawasan dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, seperti Inspektorat Jenderal. Mekanismenya sudah ada dan berjalan,” ujarnya.
Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran publik soal akuntabilitas penggunaan dana pendidikan, terutama ketika melibatkan lembaga pendidikan non-negeri. Begitu pula soal maraknya pungutan di sekolah negeri yang dibungkus dalam istilah sumbangan sukarela. Sekolah swasta yang seharusnya menyelenggarakan pendidikan gratis dikhawatirkan juga muncul modus pungutan liar serupa.
Atip menegaskan, masyarakat bisa menempuh jalur hukum jika menemukan indikasi pungutan liar (pungli) atau penyalahgunaan. Penyalahgunaan keuangan negara itu mekanisme pelaporannya sudah jelas. Banyak kasus yang sudah ditangani,” ujar Atip.
Dia menjelaskan, setelah putusan MK, pungutan di jenjang pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, harus benar-benar transparan dan tidak bersifat memaksa. Praktik sumbangan yang menyaru sebagai kewajiban dinilai bertentangan dengan semangat putusan MK dan prinsip pendidikan yang inklusif.
Recent Comments