Pengusaha Mulai Resah dengan Deflasi yang Menimpa Ekonomi RI
Jakarta, CNN Indonesia —
Pengusaha mulai khawatir dengan fenomena deflasi yang melanda Indonesia selama lima bulan beruntun belakangan ini.
Mereka khawatir deflasi menjadi tanda daya beli masyarakat melemah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menjelaskan fenomena deflasi tak bisa hanya dilihat dari satu sisi, tapi perlu juga dilihat pengaruhnya terhadap daya beli.
“Saya rasa kita enggak bisa lihat deflasi sebagai as is deflasi saja. Jadi jelas ini tadi disampaikan ada intervensi dari pemerintah karena kita dari volatilitas harga pangan ini yang jadi masalah utama,” ujar dia saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Rabu (2/10).
“Yang kita khawatirkan adalah, kan ini semua pengaruh juga ke daya beli, ini yang sebenarnya jadi kunci utama,” imbuh Shinta.
Menurutnya, hal tersebut juga tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang masih berada pada level kontraksi pada Agustus 2024.
Adapun mengutip rilis S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada September 49,2, naik dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 48,9.
Melihat hal tersebut, Shinta beranggapan kinerja manufaktur Tanah Air memang sangat tergantung pada kinerja pasar domestik, di mana permintaan dalam negeri lebih besar dibandingkan internasional.
“Oleh karenanya, kami apresiasi apa yang telah dilakukan pemerintah selama ini untuk bisa mendorong dan mengembangkan industri dalam negeri. Tapi jelas demand ini berpengaruh bagaimana kinerja dari manufaktur kita saat ini,” jelas dia.
Lebih lanjut, Shina melihat pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan seluruh pihak adalah pengembangan industrialisasi dan penghiliran atau hilirisasi.
Kemudian, kata dia, Indonesia juga harus memiliki daya saing dari sisi biaya operasional. Sebab, biaya untuk pekerja, energi, dan logistik di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di ASEAN.
“Bagaimana produk-produk kita bisa masuk ke global supply chain. Jadi ini sesuatu PR kita, bahwa kita bisa mengembangkan produktivitas dari produk-produk yang ada supaya bisa masuk jaringan pasar global,” pungkas Shinta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi 0,12 persen secara bulanan pada September 2024.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan ini adalah deflasi kelima berturut-turut selama 2024. Kondisi ini terjadi karena ada penurunan harga-harga.
“Deflasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir terlihat secara umum disumbang oleh penurunan harga komoditas bergejolak,” katanya dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (1/10).
Ia menyebut deflasi September 2024 menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
“Secara historis, deflasi September 2024 merupakan deflasi terdalam dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir, dengan tingkat deflasi sebesar 0,12 persen (month to month/mtm),” ujarnya.
(del/agt)
Recent Comments