Pengusaha Pantang Mundur Gugat Pemerintah Buntut Utang Minyak Goreng
Jakarta, CNN Indonesia —
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memastikan tetap meneruskan gugatan terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang hingga kini belum melunasi utang rafaksi minyak goreng Rp344 miliar.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menegaskan para peritel tak akan mundur untuk memperjuangkan haknya.
“Aprindo memastikan akan meneruskan gugatan, memasukkan masalah rafaksi ke ranah hukum. Sudah pasti, tidak akan mundur, tidak akan menyerah, tidak akan takut, tidak akan khawatir sama siapa pun,” ujar Roy dalam konferensi pers di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
Pasalnya, peritel telah menjalankan kewajibannya untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga sebesar Rp14 ribu per liter, sebagaimana arahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Karena ini berbicara mengenai kewajiban yang harus kita penuhi sesuai dengan perintah Peraturan Menteri Perdagangan. Kewajiban sudah kita penuhi, tetapi hak belum kita dapatkan,” lanjut Roy.
“Kami sudah dizalimi, kami melakukan dengan tulus ikhlas tetapi tidak dimengerti, tidak diselesaikan. Bukan masalah tidak bisa, tidak mampu, tapi (pemerintah) sudah tidak ada niat untuk menyelesaikan,” sambungnya.
Adapun, pihaknya tengah mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk memasukkan masalah rafaksi ke ranah hukum. Ia mengaku proses pengajuan cenderung lambat karena pihaknya perlu memastikan agar legal standing-nya terpenuhi.
Roy menjelaskan perjanjian dengan pemerintah kala itu tak langsung ke ritel, tapi ke produsen, sehingga peritel dan produsen yang terdampak masalah rafaksi bersama-sama menggugat pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kepastian untuk menggugat pemerintah secara bersama-sama baru diterima Aprindo pada November 2023 silam. Maka itu, lanjut Roy, pihak-pihak yang terdampak persoalan ini sudah lengkap dan siap berlanjut ke meja hijau.
“Gugatan hukum prosesnya berjalan terus, sampai kita menemukan kelengkapan pihak, yaitu adanya distributor dan produsen yang memiliki perjanjian dengan pemerintah, sehingga BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) yang berjanji untuk membayarkan kepada produsen, dan setelah dibayarkan ke produsen baru membayarkan ke ritel. Sehingga sekarang tidak kurang pihak, tapi cukup pihak untuk maju,” jelas dia.
Lebih lanjut, Roy mengatakan pihaknya juga sudah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal masalah ini. Namun, kata dia, sampai saat ini pihaknya belum kunjung mendapatkan respons, padahal surat sudah dikirim hingga empat kali.
“Kami menghargai bahwa kesibukan dan waktu yang belum tersedia, tapi sebagai keprihatinan dan kegalauan, kami menilai sekarang terjadi ketidakadilan,” ujar dia.
“Adapun isi suratnya kepada Presiden Jokowi yang terhormat, untuk meminta audiensi dan minta arahan untuk penyelesaian rafaksi migor sebagai kepala pemerintah,” sambung Roy.
Roy mengatakan bahwa surat terbuka itu menjadi bagian dan harapan pengusaha ritel agar pihaknya didengarkan, dan dicarikan jalan keluar atas masalah rafaksi.
Pasalnya, persis pada Jumat, 19 Januari 2022 permasalahan utang rafaksi minyak goreng sudah molor hingga dua tahun lamanya.
“Besok persis dua tahun rafaksi tidak dibayar. Kita mulainya 19 Januari 2022,” ucapnya.
Polemik utang pemerintah terkait program satu harga minyak goreng (rafaksi) pada hari ini, Jumat (19/1) sudah memasuki tahun kedua.
Program itu diluncurkan sebagai penugasan kepada produsen minyak goreng dan Aprindo untuk menjual minyak goreng murah saat harga komoditas mahal.
Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp14 ribu per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp17 ribu-Rp20 ribu per liter. Selisih harga atau rafaksi dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah.
Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.
Kabar terakhir, Kemendag berencana untuk menggelar pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas masalah tersebut. Namun kedua kementerian tak kunjung menggelar pertemuan yang dimaksud.
(del/sfr)
Recent Comments