Wakil Ketua Komisi II DPR: Tak Ada Penunjukan ASN Daerah oleh Presiden
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II Bahtra Banong mengatakan tidak akan ada penunjukan aparatur sipil negara (ASN) eselon I dan II di daerah oleh presiden. Bahtra mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN akan mempertahankan meritokrasi sistem.
“Nggak ada penunjukan (oleh presiden). Jadi inginnya ASN itu kan merit sistem,” kata politikus Partai Gerindra ini saat usai rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Juni 2025.
Kendati demikian, Bahtra mengatakan, ke depannya mutasi ASN eselon II di daerah dapat ditentukan oleh pusat. “Merit sistem agar teman-teman dari daerah bisa bekerja sampai tingkat pusat,” katanya. “Penilaiannya masing-masing juga kan ada. Bukan langsung ditunjuk pengen si A, si B.”
Bahtra mengatakan selama ini banyak ASN di daerah seperti kepala dinas tidak profesional, sebab tergantung dengan bupati. Lulusan Universitas Islam Negeri Bandung itu mengatakan jejaring kekuasaan ini menyebabkan ASN di daerah tidak netral saat pilkada.
Ketika ditanya apakah pemindahan kewenangan kepada pusat memindahkan kuasa politik lebih ke pemerintah pusat, Bahtra membantah. “Nggak lah. Kami ingin birokrasi kita lebih profesional lah. Agar pelayanan publik lebih maksimal,” katanya.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi II Dede Yusuf Macan juga mengklaim catatan ASN yang bermain dalam pilkada membuat wewenang mutasi eselon I dan II ke pemerintah pusat menjadi penting. Namun, politikus Partai Demokrat itu meminta publik tidak berpikir terlalu jauh presiden akan menunjuk satu-satu ASN.
“Terlalu pusing Presiden ngurusin gitu-gituan. Kan ada Menteri, ada Dirjen, ada Kemen Pan-RB yang selama ini juga melakukan fungsi itu.” kata Dede. Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini mengatakan, DPR dan pemerintah hanya ingin mengatur manajemen talenta ASN yang ada.
Rencana revisi Undang-Undang ASN bergulir sejak awal DPR periode 2024-2029. Saat itu mengemuka usulan mengubah ketentuan Pasal 29 yang memberikan kewenangan kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dalam pembinaan pegawai ASN untuk mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemberhentian, serta mutasi pejabat selain pimpinan tinggi utama, madya, dan fungsional tertinggi.
Komisi II dan Badan Keahlian pernah membahas perubahan Pasal 29 Undang-Undang ASN ini pada 18 Februari 2025. Dalam rapat itu, kata Wakil Ketua Komisi II Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, semua fraksi mempertanyakan urgensi perubahan undang-undang tersebut. Apalagi undang-undang ini baru disahkan pada 2023.
“Tidak ada kesimpulan rapat saat itu,” kata Zulfikar kepada Tempo 15 Mei 2025. “Kami minta Badan Keahlian mengkaji ulang dengan meminta pendapat dari banyak stakeholder.”
Pakar otonomi daerah, Djohermansyah, mengatakan pengalihan kewenangan itu akan menimbulkan masalah baru karena presiden juga tak luput dari kepentingan politik. “Presiden juga punya kepentingan. Ada pemilihan presiden dan pemilu,” ujarnya.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: DPR Bakal Terjunkan Tim ke Gunung Rinjani Pasca-Tewasnya Pendaki Brasil
Recent Comments